Saturday, February 16, 2008

A Poem for My Future Son

A life has been laid upon my womb.
A life that moves every second I move.
A life that loves to hear my laughter and swept away my tears.
A life that pushes me not to give up on him.
A life that is strong enough to kick me anytime.
A life that cheers me every morning.
Yes…that life is you…my son.
May the Lord - the God of all who live- bless your days
Prepare yourself for your coming birth.
The time when you breathe the air of love and gain your freedom.
Be grown.
And when you grow-up,
Be a man who loves God and respects others.
Be independent in everything you do and be wise.
Don’t easily give up on any handicaps of your life.
Don’t blame the past, but forgive and continue to go on.
Mama may be gone and not always beside you.
One day, you have to fight on your own, but fight with dignity.
Don’t cheat, but honest to your heart.
Find your soulmate and respect her.
Make yourself proud to what you did.
In every step that you make, just remember this…..
Mama is proud to give you birth and Mama is glad to be your choice.
I LOVE YOU AND I ALWAYS WILL ……..

Thursday, February 14, 2008

Lho, Kok Kenal?

Saya punya seorang teman sebut saja namanya Umi. Dia orangnya kelewat pendiam (kalau belum kenal), tapi sekalinya udah kenal waduh lancaaaaar bangat bercerita. Nah, dia punya kebiasaan khusus yang unik menurut saya. Selain unik, kebiasaan dia ini bikin orang lain sebal, kelewat sebal pokoknya. Setiap kali jalan dengan temannya entah berdua atau berbanyak orang, dan tiba-tiba salah satu dari teman Umi itu menyapa orang yang berpapasan di jalan, si Umi lalu cepat-cepat bertanya, “Lho kamu kok bisa kenal?” Pertanyaan ini bukannya membuat teman-teman Umi antusias ngejawab tapi lama-lama bikin eneg, ngapain sih nanya gitu segala. Urusannya apa, mau kenal kek enggak kek, kan bukan urusan Umi. Itu hampir selalu terjadi sampai-sampai seorang sobat Umi yang sering jalan bareng kalo beli makan (biasa anak kos) mengeluh, katanya jengkel banget jalan sama Umi. Habis orangnya suka mau tau, kok bisa kenal (emangnya yang bisa kenal orang lain cuma Umi?).
Dan itu saya buktikan sendiri lho. Suatu kali saya bercerita kalau saya punya teman di sebuah tim pecinta alam di kampusnya, di mana Umi jadi salah satu anggotanya. Kontan dia teriak, “Hah? Mbak kenal orang ini? Kok bisa? Ya ampuun…aku punya nomer HP-nya” Nah ini dia yang dibilang bikin sebal itu. Lha kalo kenal, so what gitu lho. Lalu dia berinisiatif mengirim sms ke orang yang saya kenal tadi (kebetulan sudah berada di luar kota). Saya bilang, lho kenapa harus dikroscek kalau saya kenal sama orang itu? Kesannya dia nggak percaya gitu lho saya kenal orang itu, masa sih saya bisa kenal? “Tenang aja mbak. Aku nggak bakalan macem-macem, cuma senang aja gitu lho. Dunia begitu sempit. Mbak bisa kenal sama orang ini. Aku cuma mau bilang ke orang itu kalau mbak teman aku juga.”Hahaha…betapa sederhananya. Yang selama ini bikin jengkel orang lain. Kebiasaanya itu, menurut pengakuannya ternyata berangkat dari kesukaannya merasakan betapa sempitnya dunia ini sehingga orang bisa terhubung atau kembali terkoneksi satu sama lain secara tidak sengaja. Semacam friendster di dunia yang sebenarnya lah. Nah dia itu sangat senang kalau sampai dia menjadi salah satu pelaku yang sukses mengkoneksikan antar orang yang sudah terpisah jauh. Itulah yang melatarbelakangi dia selalu nanya, “Kok bisa kenal? Gimana ceritanya?” dan ini yang bikin orang sebel mesti nerangin, kesannya kayak dia aja yang bisa kenal orang lain. Hehe…maaf ya Um, jangan tersinggung yach kalau kamu baca tulisan ini, tapi aku bener-bener baru ngeh alasan kamu yang suka nanya “Lho, kok kenal??” itu. Hehe…pisss ah….

Tuesday, February 12, 2008

Ohh snapps I Don’t Recognize Myself!

Minggu lalu, saya periksa darah untuk keperluan general cek up sebelum melahirkan nanti. Ada satu hal yang saya tangkap mengenai diri saya. Apakah itu? Ternyata saya tidak betul-betul mengenali diri saya sendiri. Kisahnya begini. Sebelum cek darah, diadakan wawancara dengan bidan di rumah sakit dimana saya berencana melahirkan di situ, ada sederet pertanyaan menyangkut riwayat kesehatan. Mulailah beberapa pertanyaan dilontarkan, seperti “Anda alergi obat? Kalau ya, obat apa?” Saya bingung, apa pernah saya alergi terhadap obat tertentu. Dulu saya pernah menelan antibiotik lalu merasa pusing serasa ingin pingsan, tetapi saya bertanya-tanya waktu itu saya ingin pingsan karena belum makan atau karena obat itu? Saya lantas menjawab, “Kalau kafein? Soalnya saya nggak suka kopi. Bikin jantung berdebar.” Jawab bidan itu, “Oh itu minuman yang tidak disukai ya? Karena mengandung kafein dan bikin deg-degan. Oke.” Berarti saya tidak menjawab pertanyaan sebelumnya ya, malah menjawab pertanyaan yang belum diutarakan. Hehehe…
Kemudian ada lagi, golongan darah Anda? Saya jawab tegas, “O” lalu bidan itu menimpali, “Yakin??” Hahaha…gara-gara dia membalas dengan pertanyaan itu, saya justru jadi ragu lagi. Emangnya bisa ya golongan darah berubah? Soalnya setahu saya waktu SD dulu pernah dikasih kartu golongan darah setelah pemeriksaan golongan darah di sekolah dan menunjukkan O. Tapi itu udah lama sekali, apa mungkin berubah? Aaaah repot amat sih pemikiran saya, masa gitu aja gak mantap. Pertanyaan lain seperti, volume minum sehari berapa liter? Termasuk kalau berak normal atau encer, semua saya jawab dengan sebelumnya mengkerutkan alis tanda bertanya-tanya dalam diri sendiri.
Hari itu saya benar-benar menyadari bahwa saya tidak betul-betul mengenali diri saya sendiri. Mengenal dalam artian identitas diri saya berdasarkan riwayat kesehatan. Misalnya ya itu tadi, dalam sehari saya biasa minum berapa liter? Tekanan darah normalnya berapa, alergi obat apa, dsb semua itu hanya berdasarkan perkiraan saya saja.
Ingatan saya lalu menerawang pada seorang teman dari Romania. Saya tertarik dengan cara dia menerangkan dirinya suatu hari pada saya. Secara lancar dia menceritakan siapa dirinya, identitasnya di tengah keluarga, pekerjaannya, hobinya, kebiasaan jeleknya termasuk bagaimana ia mengukur dirinya secara fisik. “Tekanan darahku normalnya segini, dan kalau sedang tidak normal biasanya aku akan merasa begini, dsb. Kalau aku sakit ketika tidak berada di dalam negeri, biasanya aku akan mengurus dengan asuransi kesehatanku, aku kalau bisa akan memilih rumah sakit yang bisa kuklaim di negeriku. Dan seterusnya.”
Mulai sekarang, kayaknya bagus deh kalau saya punya catatan kecil mengenai biodata lengkap diri saya. Buat saya sendiri. Nggak cuma nyatet nama sampai hobi tapi juga riwayat kesehatan, mulai dari golongan darah, alergi kalau ada, tekanan darah normal, makanan dan minuman yang kudu dijauhi karena alasan kesehatan, sampai kebiasaan harian seperti minum berapa liter, makan berapa kali sehari, dan sebagainya hingga yang dianggap ‘tidak biasa’ dibicarakan lah pokoknya. Saya malu kalau harus ditanya balik sama orang lain atau dokter : “Yakin???” masa sama diri sendiri nggak yakin, gimana kepada orang lain??
So, know yourself well guys!