Wednesday, August 3, 2016

My Me Time

Mowwwning....
Ini very late post alias pending lama. Waktu bikin hari Jumat hehe...
Lumayan lama gak cuap cuap pengen juga. Ini hari Jumat ceriaaa...hari kerja terasa pendek karena jam istirahatnya banyak, jadi bisa me time dulu jalan-jalan sendiri. Kenapa nggak rame-rame? Namanya juga me time, lebih asik sendiri, bebas berekspresi, mau kemana kita gak ngikat dan terikat dengan orang lain. Biasanya saya suka sight seeing ke Matahari Mal atau ke pasar besar haha...Cuma dua itu pilihannya di sini karena belum banyak Mal seperti di kota besar di Jawa.
Ngomong-ngomong tentang suka sendiri, saya kayaknya tipe true loner deh. Ini sudah jadi kebiasaan sejak dulu. Tepatnya sih lepas kuliah. Kemana-mana cenderung sendiri. Kalau orang sungkan atau malas makan di warung sendirian, saya enggak gitu. Ayo aja kalau memang pas lapar, saya suka makan sendirian. Ditatap aneh sering, tapi saya enjoy aja tuh. Kalau dulu waktu SMA sih sempat juga menikmati masa-masa bergerombol itu haha...menyenangkan waktu itu. Mungkin karena masih cindil ya, senang cekakak cekikik sama-sama. Makin ke sini kok rasanya nggak semudah itu menemukan lingkaran yang klik seperti dulu. Tapi nggak masalah karena udah telanjur suka merdeka alias independen.
Nah, jadi ingat juga soal independensi. Dulu waktu memutuskan kuliah di Solo karena diterima lewat jalur non-tes, saya minta ijin orang tua. Sebenarnya berat juga karena harus meninggalkan orang tua di Jogja, meski jaraknya cuma 50 km kalau ditempuh dengan bis sejam setengah sampai, tetep aja yang  biasanya jadi anak bapak ibu harus mandiri itu sesuatu banget. Tapi bapak mendukung bahkan beliau yang mengantar saya mengurus semua hal berkaitan dengan kepindahan saya ke Solo untuk kuliah. Kala itu saya dibonceng bapak naik motor, bolak-balik Jogja-Solo PP mulai dari daftar ulang, cari kos sampai mengantar pindahan. Masih ingat rasanya, terharu gitu. Ibu juga pada kesempatan pertama langsung memberi restunya. Malah mendiang ibuku menjanjikan beli TV  supaya saya nggak kesepian di kos. Dukungan mereka berarti banget dan saya yakin itu berdampak jauh hingga saat ini.
Ibu dan bapak adalah dua sosok yang mengagumkan buat saya. Masa kecil saya cengeng banget. Terlambat dijemput sekolah saja nangis, sampai guru terpaksa menunggui sampai saya dijemput. Pernah karena takut nggak dijemput, saya nekad ikutan teman pulang. Bukannya pulang ke rumahnya tapi malah dibawa ke rumah neneknya haha...alhasil saya pun dicariin bapak ibu kemana-mana kayak anak ilang beneran. Sorenya ortu kawan saya mengantar ke rumah dan menjelaskan duduk perkaranya haha...anak bawang bisa bikin trouble.
Tapi saya kagum pada pendekatan yang dilakukan bapak ibu saya dulu. Treatment mereka ke anak yang trouble maker kayak saya waktu itu sangat lembut jauh dari kekerasan seperti kebanyakan anak alami. Bapak justru sering mengajak saya keliling-keliling naik motornya, diajakin melihat kesenian seperti kethoprak atau membawa kami ke toko buku. Suatu waktu saya harus dicabut giginya, saya dijemput dari sekolah lalu dibawa ke warung makan, ah nggak biasanya agak curiga juga. Benar saja setelahnya bapak membawa saya ke Puskesmas dan di situ saya nangis sejadinya sampai heboh satu Puskesmas haha...indahnya mengingat cara orang tua saya menyayangi.
Begitupula ibu. Beliau sering memasak untuk keluarga kami. Masakan yang sampai sekarang masih saya ingat sekalipun beliau udah 17 tahun tiada, adalah ikan masak sambal balado dan brongkos. Hmm...sampai sekarang masih bisa mengecap membayangkan rasanya.
Kedua orang tua saya bukan tipe yang mengharapkan anak-anaknya selalu mendampingi mereka. Di kala saya harus memilih pendidikan, mereka mendukung keputusan saya untuk kuliah keluar kota. Saya tahu beratnya berpisah, ibu terutama harus sendiri melakukan pekerjaan rumah belum lagi jarang bertemu anaknya ini sampai beliau meninggal, itu sangat saya sesali tapi buat apa lama-lama menyesal kalau saya yakin Ibu saya pasti sudah bahagia bersama Tuhan di Surga.

Dari perpisahan yang beberapa kali terjadi itu, saya belajar mandiri dalam banyak hal. Belajar bersosialisasi dengan lingkungan baru dan itu banyak membantu saya dalam bertahan. Enggak cengeng lagi. Saya sadar situasi yang terpaksa selalu akan membuat seseorang bertahan. Saya juga jadi orang yang mau sendiri nggak masalah, mau bareng-bareng sama kawan juga oke. Nggak masalah karena dari sononya udah belajar to survive esven if you have to be alone. So, kalau ketemu saya lagi jelong-jelong sendiri, jangan heran ya hehe...that’s my real me time. I love me time, my alone time. 

No comments: