Monday, June 13, 2016

Lucunya Sisi Religi Kita

Doc. Detikcom.
Coba deh lihat wajah ibu ini, apa perasaanmu?
Prihatin. Saya nggak pengen membahas tentang agama. Saya bukan orang religius, bukan juga orang suci tak bercela sehingga menilai keagamisan seseorang. Saya juga masih bolong-bolong beribadahnya. Saya prihatin dengan peristiwa razia warung milik seorang nenek di kota Serang oleh pasukan Satpol PP demi menegakkan Perda perihal warung yang harus tutup kala masa puasa berlangsung. Bukan masalah Perda nya, bukan juga masalah siapa harus menghormati siapa, karena kalau bicara tentang itu semua, udah banyak yang mengulas, yang membela dan bahkan saking membahas jadi ikutan fanatik. Bah! Memang di negeri ini orang suka banget ngotot sampai urat leher menonjol, pakai dalil-dalil bahkan ayat Kitab Suci yaaa anggap saja negeri ini negeri paling agamis. Sehingga masalah perut, sampai uban rambut pun mungkin akan dibahas dengan dalil agama. Harap maklum. Saya juga orang Indonesia hehe...jadi hapal.
Balik ke masalah razia tadi. Yang saya sayangkan cuma satu. Masalah cara saja. Kenapa sampai tidak manusiawi seperti itu ya? Apakah dalam Perda diatur juga sampai hal teknis jika ada yang buka warung di kala musim puasa, jika mereka berjualan sayur, sayurnya harus diwadahin dalam plastik, dicampuraduk, lalu entah dikemanakan, mungkin saja dibuang, atau (saya lebih yakin) ada yang membawanya pulang buat makan sekeluarga hehe...bukan kah lebih ada cara yang manis. Ditegur dulu, siapa tau si ibu ini memang tidak paham isi Perda, mungkin juga nggak pernah tau ada Perda itu. Kalau masih ngeyel, diberikan peringatan, ngeyel lagi baru diangkut se panci-pancinya, nggak usah sampai disok (dituangkan) di plastik seperti ditayangkan di televisi berulang-ulang itu. Miris rasanya melihatnya. Bagaimanapun si ibu ini sudah meneteskan keringat sejak pagi untuk mengolah masakan sebanyak itu, mengeluarkan biaya yang tidak sedikit, mungkin untuk biaya hidup yang tak bisa ditunda, ibu ini sudah mencari rejeki dengan cara yang halal. Mungkin ada kaum non Muslim yang meski sedikit jumlahnya (minoritas di wilayah tsb) yang memerlukan masakan si ibu. Bukankah si ibu ini sudah berbuat baik dan bisa jadi mendapatkan pahala menurut ukuran Tuhan bukan manusia.
Doc. Okezone.com
Yah itulah kalau setiap perbuatan harus mendapatkan pengakuan dari manusia, rasanya hidup jadi malah bukannya damai tapi ribet. Memberi, harus dilihat orang, beribadah harus diketahui orang. Mungkin bukan cuma kaum Muslim, kaum non Muslim pun bisa jadi pernah melakukan semua itu. Berpuasa atau berpantang harus diumumkan, dalam hati kecil supaya orang lain menghormati dengan tidak mengiming-imingi makanan/minuman yang bisa membatalkan niat mereka. Sungguh sebuah kelucuan sebuah sisi religi kita.

Bagi saya, agama apapun itu selalu cinta harmoni dan damai. Hanya penafsiran setiap individu yang membedakannya. Saking bedanya, menumbuhkan fanatisme, fanatisme melahirkan kebencian jika tidak diantisipasi. Yang paling penting buat saya adalah sisi kemanusiaan seseorang, bagaimana kita memperlakukan orang lain dan ciptaan Tuhan yang lain. Dari situ kita baru tertarik mengetahui apa agamanya, indah benar sikap orang tersebut yang pasti lahir dari penafsirannya pada ajaran agamanya. Bukankah lebih afdol demikian? Daripada membuat aturan main dan memaksakan kepada orang lain, jadinya brutal. Ketika orang melihat, apa agamanya? Bukankah yang kena bukan orang itu, tapi penilaian orang terhadap agama tersebut jadi lebih buruk. So...mau pilih yang mana? Terpulang ke hati nurani. (*)

No comments: