Doc. Detikcom. Coba deh lihat wajah ibu ini, apa perasaanmu? |
Prihatin. Saya nggak pengen
membahas tentang agama. Saya bukan orang religius, bukan juga orang suci tak
bercela sehingga menilai keagamisan seseorang. Saya juga masih bolong-bolong
beribadahnya. Saya prihatin dengan peristiwa razia warung milik seorang nenek
di kota Serang oleh pasukan Satpol PP demi menegakkan Perda perihal warung yang
harus tutup kala masa puasa berlangsung. Bukan masalah Perda nya, bukan juga
masalah siapa harus menghormati siapa, karena kalau bicara tentang itu semua,
udah banyak yang mengulas, yang membela dan bahkan saking membahas jadi ikutan
fanatik. Bah! Memang di negeri ini orang suka banget ngotot sampai urat leher
menonjol, pakai dalil-dalil bahkan ayat Kitab Suci yaaa anggap saja negeri ini
negeri paling agamis. Sehingga masalah perut, sampai uban rambut pun mungkin
akan dibahas dengan dalil agama. Harap maklum. Saya juga orang Indonesia
hehe...jadi hapal.
Balik ke masalah razia tadi. Yang
saya sayangkan cuma satu. Masalah cara saja. Kenapa sampai tidak manusiawi
seperti itu ya? Apakah dalam Perda diatur juga sampai hal teknis jika ada yang
buka warung di kala musim puasa, jika mereka berjualan sayur, sayurnya harus
diwadahin dalam plastik, dicampuraduk, lalu entah dikemanakan, mungkin saja
dibuang, atau (saya lebih yakin) ada yang membawanya pulang buat makan
sekeluarga hehe...bukan kah lebih ada cara yang manis. Ditegur dulu, siapa tau
si ibu ini memang tidak paham isi Perda, mungkin juga nggak pernah tau ada
Perda itu. Kalau masih ngeyel, diberikan peringatan, ngeyel lagi baru diangkut
se panci-pancinya, nggak usah sampai disok (dituangkan) di plastik seperti
ditayangkan di televisi berulang-ulang itu. Miris rasanya melihatnya.
Bagaimanapun si ibu ini sudah meneteskan keringat sejak pagi untuk mengolah masakan
sebanyak itu, mengeluarkan biaya yang tidak sedikit, mungkin untuk biaya hidup
yang tak bisa ditunda, ibu ini sudah mencari rejeki dengan cara yang halal. Mungkin
ada kaum non Muslim yang meski sedikit jumlahnya (minoritas di wilayah tsb)
yang memerlukan masakan si ibu. Bukankah si ibu ini sudah berbuat baik dan bisa
jadi mendapatkan pahala menurut ukuran Tuhan bukan manusia.
Doc. Okezone.com |
Yah itulah kalau setiap perbuatan
harus mendapatkan pengakuan dari manusia, rasanya hidup jadi malah bukannya
damai tapi ribet. Memberi, harus dilihat orang, beribadah harus diketahui
orang. Mungkin bukan cuma kaum Muslim, kaum non Muslim pun bisa jadi pernah
melakukan semua itu. Berpuasa atau berpantang harus diumumkan, dalam hati kecil
supaya orang lain menghormati dengan tidak mengiming-imingi makanan/minuman
yang bisa membatalkan niat mereka. Sungguh sebuah kelucuan sebuah sisi religi
kita.
Bagi saya, agama apapun itu
selalu cinta harmoni dan damai. Hanya penafsiran setiap individu yang
membedakannya. Saking bedanya, menumbuhkan fanatisme, fanatisme melahirkan
kebencian jika tidak diantisipasi. Yang paling penting buat saya adalah sisi
kemanusiaan seseorang, bagaimana kita memperlakukan orang lain dan ciptaan
Tuhan yang lain. Dari situ kita baru tertarik mengetahui apa agamanya, indah
benar sikap orang tersebut yang pasti lahir dari penafsirannya pada ajaran
agamanya. Bukankah lebih afdol demikian? Daripada membuat aturan main dan
memaksakan kepada orang lain, jadinya brutal. Ketika orang melihat, apa agamanya?
Bukankah yang kena bukan orang itu, tapi penilaian orang terhadap agama
tersebut jadi lebih buruk. So...mau pilih yang mana? Terpulang ke hati nurani.
(*)
No comments:
Post a Comment