Aneh juga ternyata. Dulu saya sering berpikir, kok bisa-bisanya wanita hamil punya keinginan macam-macam. Ah, dibuat-buat tuh kayaknya biar diperhatikan suaminya. Hehe...walhasil tahun-tahun pun berlalu, dan kini saya mendapat kesempatan itu. Saya hamil 3 bulan. Saya masih tidak terlalu yakin apa saya akan ngidam sesuatu, pengen makan aneh-aneh di jam-jam yang langka pula. Syukurlah hingga kini, saya tidak terlalu ngidam pengen makanan jenis tertentu, semua terlahap dengan sukses. Tetapi beberapa waktu belakangan saya jadi merasa seperti ada yang berubah. Bukan cuma badan yang sepertinya tambah melar, tetapi juga kegilaan saya melihat aksi seorang pembalap GP kenamaan Valentino Rossi.
Siapa sih nggak kenal dia? Mungkin cuma saya. Betul! Sebelum hamil ini, mana ngeh saya nonton motoGP, apalagi sosok Valentino Rossi. Padahal dia udah jadi juara dunia sampai 5 atau 7 kali? (hehe...nah lo, iya kan gak tau pastinya?). Baru sekarang ngeh dan tergila-gila? Alamak pliss deh....hehe...
Saya memang sering diajak nonton balapan suami, sejak masa pacaran dulu. Mulai dari balapan motor bebek di stadion sampai orang latihan gestrek (grass-track) di kampung gitu. Tapi saya tetep nggak ngeh balapan, cuma nemenin aja.
Semua itu berawal gara-gara mulai ikutan suami nonton GP di tivi. Soalnya gak ada lagi saluran lain yang ’diijinkan’ dilihat kalau remote udah di tangan suami, apalagi pas ada GP. Akhirnya sambil tiduran aja saya lihat sepintas lalu. Awalnya, bosen banget nih motor mutar-muter gak habis-habis. ”Berapa lap lagi pa?,” begitu tanya saya berulang-ulang pada suami. Kalau suami perhatikan betul racingnya, biasanya saya lebih suka mantengin wajah pembalapnya yang pas berlaga (biasanya) keliatan keren n cool abis dengan kacamata hitam itu.
Eh, pas giliran GP di Estoril Portugal, tentu suami tak absen mantengin tivi (Trans7). Mulai dari siaran 250CC, cuplikan siaran ulang 125CC, lalu tiba giliran 500CC atau GP itu. Mata saya mulai mengikuti gerak-gerik nomer 46, si Rossi yang beberapa waktu gak naik podium terus (berdasarkan info dari suami juga). ”Yah, Rossi kalah lagi nggak ya pa? Males ah nonton,” tanya saya. Saya lalu memejamkan mata dan tidur-tidur ayam di samping suami yang melototin tivi sambil tangan kanannya pegang remote erat-erat (biar gak diambil alih saya hehe...).
”Ma!Ma! Rossi ngejar ma, lihat tuh!!,” mendadak suami membangunkan saya. Entah mengapa, lantas saya bangun dan duduk, wuih Rossi tadinya di urutan agak belakang, mulai ngejar satu-satu tuh si ’Ducati’ Casey Stoner, ”Hah, ayo Rossi. Kamu bisa!! Ayo dong...,” sorak saya. Suami saya senyam-senyum. Jantung mulai deg-deg-an, takut Rossi jatuh. Sudah gitu, “Yes!! Rossi bisa ngejar Pedrosa di depannya, yes!! Ayo Rossi!!” Kala Rossi kembali dibalap Pedrosa, saya mulai gelisah, “Perasaan nggak gini-gini amat deh dulu,” celetuk suami saya. Saya mulai gelisah, antara takut Rossi kebalap Stoner di belakangnya dan kemungkinan dia bisa jatuh. Aduh! Karena tak tahan, saya keluar dari kamar tv dan menghela napas di ruangan lain, ”Pa, aku nggak nonton aja deh. Nggak tega lihat Rossi.”
Beberapa menit kemudian, suami berteriak, ”Ma, sini ma. Ini Rossi di depan lagi. Ma!” Saya tak bergeming dari kursi, ”Ogah ah, aku mau lihat dia pas udah menang aja.” Tak saya sangka, suami menghampiri saya dan membujuk untuk lihat lagi. Akhirnya saya pun lihat lagi perjuangan Rossi. Leganya, akhirnya Rossi menang!
Nah, mulai dari situ saya lantas tergila-gila Rossi. Saya mulai mencari informasi tentang Rossi di internet, foto-fotonya, kisah-kisahnya, halaman olahraga di koran yang biasanya saya cuekin, kalau ada info GP langsung saya baca. Buku otobiografi tentang dia yang biasanya juga cuma saya lewati selayang pandang di toko buku, kini saya bertekad akan membelinya! Sekarang, saya lebih cerewet memberitahu kabar perkembangan Rossi & jadwal pertandingan GP pada suami saya hehe...
Saya tak lagi ingin ketinggalan menonton balapan GP lainnya termasuk yang di Jepang. Pada balapan di Jepang itu, Rossi memang kalah. Saya sempat sedih bukan kepalang apalagi saya sudah gembira melihat dia di posisi pertama, hanya karena dia harus ganti ban kering dia jadi ketinggalan jauh di posisi 14. Juara dunia dipegang Casey Stoner. Tapi, saya tidak surut menggilainya. Pokoknya Rossi is the best ever! (aneh …padahal baru beberapa kali serius lihat GP). Apalagi pas Rossi dengan sangat sportifnya mengakui kehebatan Stoner yang lebih muda 7 tahun darinya. ”Inilah balapan. Selamat pada Casey. Jika ada pembalap lain yang menjadi juara dunia, saya bangga orang itu adalah fans saya,” katanya. Memang Stoner adalah fans berat Rossi dan pada kemenangannya sebagai juara dunia itu, Stoner mendedikasikan kemenangannya pada Rossi, idolanya. Hiks...mengharukan.
Balapan selanjutnya di Australia, terus di Sepang Malaysia. Sampai-sampai berangan-angan andai bisa ke Sepang …… “Udah nak, kita nonton orang-orang latihan grass track dulu di desa sebelah ya. Kalau mau ketemu Rossi, kita harus dari nol dulu. Hehe…,” ucap saya bergurau pada anak saya di dalam perut. Nggak peduli ah, mau menang atau kalah Rossi tetap ”The Doctor” who can heal his million of fans with his charismatic figur. Viva Valentino!!!
Siapa sih nggak kenal dia? Mungkin cuma saya. Betul! Sebelum hamil ini, mana ngeh saya nonton motoGP, apalagi sosok Valentino Rossi. Padahal dia udah jadi juara dunia sampai 5 atau 7 kali? (hehe...nah lo, iya kan gak tau pastinya?). Baru sekarang ngeh dan tergila-gila? Alamak pliss deh....hehe...
Saya memang sering diajak nonton balapan suami, sejak masa pacaran dulu. Mulai dari balapan motor bebek di stadion sampai orang latihan gestrek (grass-track) di kampung gitu. Tapi saya tetep nggak ngeh balapan, cuma nemenin aja.
Semua itu berawal gara-gara mulai ikutan suami nonton GP di tivi. Soalnya gak ada lagi saluran lain yang ’diijinkan’ dilihat kalau remote udah di tangan suami, apalagi pas ada GP. Akhirnya sambil tiduran aja saya lihat sepintas lalu. Awalnya, bosen banget nih motor mutar-muter gak habis-habis. ”Berapa lap lagi pa?,” begitu tanya saya berulang-ulang pada suami. Kalau suami perhatikan betul racingnya, biasanya saya lebih suka mantengin wajah pembalapnya yang pas berlaga (biasanya) keliatan keren n cool abis dengan kacamata hitam itu.
Eh, pas giliran GP di Estoril Portugal, tentu suami tak absen mantengin tivi (Trans7). Mulai dari siaran 250CC, cuplikan siaran ulang 125CC, lalu tiba giliran 500CC atau GP itu. Mata saya mulai mengikuti gerak-gerik nomer 46, si Rossi yang beberapa waktu gak naik podium terus (berdasarkan info dari suami juga). ”Yah, Rossi kalah lagi nggak ya pa? Males ah nonton,” tanya saya. Saya lalu memejamkan mata dan tidur-tidur ayam di samping suami yang melototin tivi sambil tangan kanannya pegang remote erat-erat (biar gak diambil alih saya hehe...).
”Ma!Ma! Rossi ngejar ma, lihat tuh!!,” mendadak suami membangunkan saya. Entah mengapa, lantas saya bangun dan duduk, wuih Rossi tadinya di urutan agak belakang, mulai ngejar satu-satu tuh si ’Ducati’ Casey Stoner, ”Hah, ayo Rossi. Kamu bisa!! Ayo dong...,” sorak saya. Suami saya senyam-senyum. Jantung mulai deg-deg-an, takut Rossi jatuh. Sudah gitu, “Yes!! Rossi bisa ngejar Pedrosa di depannya, yes!! Ayo Rossi!!” Kala Rossi kembali dibalap Pedrosa, saya mulai gelisah, “Perasaan nggak gini-gini amat deh dulu,” celetuk suami saya. Saya mulai gelisah, antara takut Rossi kebalap Stoner di belakangnya dan kemungkinan dia bisa jatuh. Aduh! Karena tak tahan, saya keluar dari kamar tv dan menghela napas di ruangan lain, ”Pa, aku nggak nonton aja deh. Nggak tega lihat Rossi.”
Beberapa menit kemudian, suami berteriak, ”Ma, sini ma. Ini Rossi di depan lagi. Ma!” Saya tak bergeming dari kursi, ”Ogah ah, aku mau lihat dia pas udah menang aja.” Tak saya sangka, suami menghampiri saya dan membujuk untuk lihat lagi. Akhirnya saya pun lihat lagi perjuangan Rossi. Leganya, akhirnya Rossi menang!
Nah, mulai dari situ saya lantas tergila-gila Rossi. Saya mulai mencari informasi tentang Rossi di internet, foto-fotonya, kisah-kisahnya, halaman olahraga di koran yang biasanya saya cuekin, kalau ada info GP langsung saya baca. Buku otobiografi tentang dia yang biasanya juga cuma saya lewati selayang pandang di toko buku, kini saya bertekad akan membelinya! Sekarang, saya lebih cerewet memberitahu kabar perkembangan Rossi & jadwal pertandingan GP pada suami saya hehe...
Saya tak lagi ingin ketinggalan menonton balapan GP lainnya termasuk yang di Jepang. Pada balapan di Jepang itu, Rossi memang kalah. Saya sempat sedih bukan kepalang apalagi saya sudah gembira melihat dia di posisi pertama, hanya karena dia harus ganti ban kering dia jadi ketinggalan jauh di posisi 14. Juara dunia dipegang Casey Stoner. Tapi, saya tidak surut menggilainya. Pokoknya Rossi is the best ever! (aneh …padahal baru beberapa kali serius lihat GP). Apalagi pas Rossi dengan sangat sportifnya mengakui kehebatan Stoner yang lebih muda 7 tahun darinya. ”Inilah balapan. Selamat pada Casey. Jika ada pembalap lain yang menjadi juara dunia, saya bangga orang itu adalah fans saya,” katanya. Memang Stoner adalah fans berat Rossi dan pada kemenangannya sebagai juara dunia itu, Stoner mendedikasikan kemenangannya pada Rossi, idolanya. Hiks...mengharukan.
Balapan selanjutnya di Australia, terus di Sepang Malaysia. Sampai-sampai berangan-angan andai bisa ke Sepang …… “Udah nak, kita nonton orang-orang latihan grass track dulu di desa sebelah ya. Kalau mau ketemu Rossi, kita harus dari nol dulu. Hehe…,” ucap saya bergurau pada anak saya di dalam perut. Nggak peduli ah, mau menang atau kalah Rossi tetap ”The Doctor” who can heal his million of fans with his charismatic figur. Viva Valentino!!!
1 comment:
katanya "ritual" ngidam memang tidak populer di negeri barat. aku sendiri jg bingung kenapa itu justru menjadi "budaya" di Indonesia..... tapi mungkin juga ada benarnya ya.... orang lagi hamil itukan hormon tubuhnya berubah drastis. ya seperti dirimu,tadinya ga suka Rossi, eeehh... tiba-tiba jadi seneng. tapi masih tetep suka cilok kan....? ngomong-nomong udah ngantri bareng anak2 SD lagi belum???
Post a Comment