Friday, March 16, 2007

Everyday Is A Blessing

Ketika kita memperhatikan hal-hal kecil yang sederhana di sekeliling kita, tanpa disangka-sangka hal-hal itu memberi pelajaran dan inspirasi hingga kita bisa berucap hidup hari ini adalah sebuah berkat. Percaya nggak?
Setiap pagi, ketika bangun tidur saya selalu tidak merasa segar. Malas sekali beranjak. Biasanya saya tidur lagi. Sampai setengah jam sebelum jam kantor baru deh saya siap-siap. Pokoknya kacau deh. Sampai kantor, baru jam 10 aja udah nguap, ngantuk. Dan itu berlangsung berulang-ulang selama 3 tahun kerja. Teman-teman kos juga bilang penampilan saya tiap pagi nggak segar dipandang mata. Ini baru saya sadari! Ternyata teman-teman di kos memperhatikan saya. Soalnya saya biasa pergi pagi pulang sore atau malam (bukan karena lembur tapi karena main game di komputer dulu!) dan kebanyakan waktu malam hari saya habiskan di kamar. Kadang-kadang temen kos bertandang ke kamar terus ngobrol sampai saya ngantuk. Terus tidur, terus bangun lagi, ngantor lagi, pulang, di kamar, tidur, bangun, dan seterusnya. Rasanya irama hidup dan aktivitas saya seperti kaset yang diputar dari side A ke B, B ke A, terus begitu dan parahnya isi lagunya sama!
Jadi hari-hari biasa saya lalui dengan banyak de javu. Kayaknya kemarin saya udah pernah melakukan ini atau eh kayaknya aku pernah baca itu. Apalagi penampilan, aduh itu jadi prioritas kesekian deh. Hem atau T-Shir plus celana jins, sepatu kets, cukup. Saya nggak pernah mikiin orang lain mau perhatikan atau tidak, cuek aja. Yang penting saya nyaman. Yang penting saya, saya, saya, dan saya. Ehm...self oriented banget deh.
Ini terjadi terus hingga suatu pagi. Saat itu seperti biasa, saya bangun ngaret, badan rasanya tidak segar sudah biasa. Nggak pake babibu, langsung loncat dari dipan, ambil perlengkapan mandi, ngloyor ke kamar mandi, pake pakaian, terus memakai bedak (tipis banget) dan lipgloss! Saya suka risih lihat cewek berdandan. Pas mau berangkat, saya ambil jam tangan, eh, apa nggak salah lihat? Kok baru jam setengah delapan (saya ngantor start jam 9). Ya ampun, karena buru-buru, saya pikir kesiangan bangun ternyata pagi itu saya justru terlalu awal bangun (dari hari biasanya).
Iseng-iseng buat ngisi waktu, saya ambil kamera di handphone saya, terus potret-potret diri deh (narsis banget yak?). Semua gaya sudah saya coba, rambut diurai tak ketinggalan. Ceprat cepret berulang kali. Kini giliran saya lihat hasil pemotretan. “Oh no!! Is that really me?!! Kok nggak ada yang bagus dari angel manapun?!” teriak hati saya. Oke, barangkali dengan mengubah gaya rambut. Rambut saya cepit ke belakang, poni dibelah pinggir kanan (biasanya tengah!), pake senyum, sisi kanan, kiri dan depan. Sudah. Sekarang lihat lagi hasilnya. Dan.....nggak bisa dikomentari deh. Saya sendiri kaget melihat look saya. Bawah mata ada lingkaran hitam, senyum terasa dipaksakan, yang paling ngeri adalah sorot mata saya betul-betul tidak menyala! Sekali lagi saya nggak nyerah, mungkin ini perasaan saya aja. Lagi, saya ambil kamera, kali ini saya khususkan menembak daerah wajah, full face, close-up. Cepret..cepret...berapa kali. Hasilnya....oh no!!! Lagi-lagi. Kini saya mulai melihat ada garis di sekitar hidung dan mulut. Saya seperti dimake-up tapi ketika siang, make-up di wajah itu pecah dan guratan make up membentu garis. Aduh saya aging!! Wajah saya seperti tertarik ke bawah, biar pun pasang senyum, tidak ada yang istimewa.
Oh rupanya begitu ya penampilan saya yang tampak luar dan dilihat orang? Pantes aja mereka bilang I’m not fresh at all! Saya aja males lihatnya, apalagi orang lain ya? Hehe... tapi cerita belum selesai. Pas mau berangkat kerja, 15 menit sebelumnya saya makan dulu ceritanya di warung langganan. Ketika mengantre ambil sayur, di depan saya ada seorang ibu dan seorang bapak tua. Si ibu lagi nyiduk sayur dalam plastik untuk dibawa pulang kira-kira. Si bapak menunggui di sebelahnya. Saya sabar menunggu di belakang si ibu. Ibu itu menyangul rambutnya ke belakang dengan semacam sumpit yang ada gantungannya. Memakai anting. Nggak ada pikiran apapun, sampai si ibu itu menengok ke belakang ke arah saya. “Halo, silakan ambil nak. Maaf menutupi ya?, “ katanya sambil tersenyum dan menggeser posisinya agar saya bisa maju. Begitu saya tatap wajah si ibu itu, nggak tahu kenapa hati saya ngrasa damai banget. “Silakan ini sendoknya,” ujarnya lagi pada saya. Ya ampun, saya kembali lihat wajah si ibu itu. Wow! So brightful. Saya tidak merasakan ada nada basa-basi di situ. Ada gurat dan garis memenuhi wajahnya tetapi tutur sapa, senyum dan nada bicaranya..wow!! Ibu itu tampak sangat cantik sekali di usia senjanya. Ketika saya makan, mereka (ibu dan bapak tua yang kira-kira suaminya) melangkah keluar sambil berujar lagi, “Mari nak...,” lagi-lagi sambil tersenyum dan ia menggandeng suaminya itu. God! Is she YOU?
Saya merasa ditampar dua kali pagi itu. Hei! Menjaga penampilan secantik dan sebagus mungkin itu sah-sah saja dan tidak pernah merugikan orang lain. Menegor orang dengan ramah dan menjaga attitude, juga nggak bakal merugikan saya. Ketika saya berpikir tentang diri saya sendiri, apa yang enak dan nyaman buat saya sendiri, ternyata membuat saya menjadi individu paling egois. Saya ngerasa sendiri, ketika si ibu yang sudah tua itu tersenyum pada saya, saya merasakan ada energi yang membuat saya damai. Kenapa saya tidak bisa begitu? Dengan senyum dan tutur kata serta didukung penampilannya yang sederhana tetapi tertata, si ibu tua itu tampak sangat cantik dan mata saya suka melihatnya.
Hari itu si ibu menjadi berkat untuk saya. Saya jadi sadar apa yang saya lakui tiap hari yang sudah seperti kaset side A dan B atau de javu itu, ternyata akibat ulah saya sendiri. Saya tidak mencoba membuat sesuatu yang baru setiap hari. Bangun siang, nggak ada streching atau olah tubuh yang bisa bikin saya lebih segar. Pikiran saya pun stucked pada rutinitas yang jadi membosankan. Apalagi penampilan, ah capek deh...
Mulai hari itu, saya mencoba bertekad mengubah gaya hidup yang acak adul. Saya mulai coba bangun lebih pagi, sebelum mandi paling 15 menit gerak badan dulu atau latihan yoga sesuai petunjuk buku. Terus ya, penampilan meskipun masih pakai hem atau T-Shirt dan jins, paling tidak make-up saya tambah sedikit sana-sini (di atas jam 12 siang udah hilang hehe...ya kan masih dalam proses mencoba!). Yang tadinya polos-polos aja, saya mulai pakai aksesoris seperti kalung dan gelang imitasi. Saya juga usahakan pulang kantor tepat waktu dan yang penting sampai di kos, saya sisihkan beberapa jam untuk ngobrol dengan teman kos. Dari situ saya belajar mendengar. Suer sulit banget! Kadang kita terbiasa untuk didengar sih. Saya juga lagi belajar bersikap tulus. Ini juga sulit banget, kadang ketika senyum atau tertawa, meskipun saya yakinkan kalau itu tulus tapi mulut ini ternyata capek. Pertanda nggak tulus kan? Tapi saya tetap berusaha!
Itulah kenapa saya bilang setiap hari itu berkat. Dari hal kecil dan tampak sepele, kalau dilakukan dengan tulus, bisa berdampak buat orang lain. Saya yakin, hari ini saya ada bukan karena kebetulan saja, tetapi hari ini memang sudah dirancang untuk saya agar saya menjadi berkat juga. Tinggal gimana saya peka aja. Kayak seruan teman-teman kos saya suatu hari ketika akan berangkat kantor.
“Cie...tumben nih good looking!” Ehm...ternyata kalau orang lain ikut senang, saya pun merasa ‘different’. I feel the energy to live forward...

No comments: