Akhirnya masa ini datang juga. Saya harus tunduk pada waktu dan harapan. Saya harus puas melepas 28 tahun bersama ego dan kesenangan. Saya segera menjadi dua, tetapi satu. Saya tidak ingin menyia-nyiakan masa yang tinggal 3 bulan ini! Saya kembali memutar ulang kaset memori saya.
Kala saya TK, saya punya 2 orang sobat kental namanya Tari dan Lusi. Saking akrabnya kami kemana-mana bertiga. Sampai-sampai kami dijuluki DeTaLu girls. Di antara kami bertiga, sayalah paling suka molor bangunnya. Bisa dijamin ketika dua teman karib saya itu menghampiri untuk berangkat sekolah, saya masih tidur. Akhirnya mereka menunggui saya, lebih sering mereka akhirnya berangkat duluan.
Kala saya masih SD, saya adalah anak yang sangat cengeng. Hobinya menangis kalau ditinggalkan ibu yang senantiasa menungguiku di luar kelas. Apalagi kalau telat dijemput dari sekolah. Aduh, aku bisa menangis meraung-raung. Kebiasaan itu tidak surut meskipun dalam seminggu aku bisa lebih dari 2 kali menangis ketika bapak atau ibu telat menjemput. Ibu guruku sepertinya mahfum, paling-paling tugasnya menemaniku sampai jemputan datang.
Pernah suatu ketika, karena belum dijemput, aku nekat mengikuti seorang teman laki-lakiku yang kebetulan rumahnya dekat dengan rumahku. Namanya Bambang. “Mbang, aku ikut kamu,” ujarku mantap. Meski Bambang bengong sebentar dia lalu menjawab, “Aku mau ke rumah nenekku. Aku nggak dijemput. Jalan kaki.” Dan jawabku mungkin membuatnya sebal, “Iya, aku ikut jalan kaki.” Saya berjalan berpuluh kilo hingga sampai di rumah nenek Bambang dan dimarahi. Lalu mereka mengantar saya pulang.
Waktu itu, saya paling suka dijemput bapak atau ibu lalu kami mampir ke warung atau toko, makan siang atau mengantar ibu belanja. Oya, pada masa SD inilah, saya sudah mendapat menstruasi pertama, tepatnya di kelas 4 SD! Bisa dibayangkan betapa paniknya saya. Peristiwa ini juga sempat membuat saya stress jadi saya berubah seperti orang bingung. Saya paling sebal kalau ada teman laki-laki yang naksir saya, bahkan melirik saya, saya bisa naik pitam. Saya sempat dibawa ke psikiater dan sang ahli mengatakan itu karena perubahan hormonal saja. Leganya…..
Ketika SMP, penampilan abadi saya sejak TK hingga SD terus saya bawa. Rambut panjang dikepang kuda plus poni di depan. Saya ikut ekstra kurikuler baris berbaris dan menempati sab ke dua dari depan. Lumayan kan tinggi saya. Selain itu saya ikut ekstra musik, pegang suling Di SMP saya ikut bermacam lomba, selain baris berbaris juga lomba ensemble musik. Oya, saya mulai bergabung dengan kegiatan organisasi juga, salah satunya GEMA. Itu adalah wadah para pelajar SMP & SMU di Yogya yang hobi menulis. Tiap minggu, kami disediakan 1 halaman khusus di koran lokal namanya BERNAS yang harus digarap bersama-sama. Saya tidak punya pacar dan masih takut dengan cowok. Pernah, seorang teman cowok dari lain kelas naksir dan ingin berkenalan. Saat istirahat, itu cowok mendatangi saya dan duduk di samping saya. Tahu apa yang saya perbuat? Begitu dia duduk, saya lari tunggang langgang! Not even a word at all. Teman-teman mentertawakan saya. Oya, kebiasaan buruk saya, datang terlambat Pasti tiap pagi saya masuk kelas tepat pukul 7, tidak pernah mengerjakan PR apalagi kalau matematika. Jadi begitu sampai kelas tergopoh-gopoh, saya lalu merepotkan teman sebangku namanya Lita Andini. Saya pinjam PR dia, hehe…. Lita sering saya buat marah. Dimana ya dia sekarang? Satu hal yang paling saya sebal adalah olahraga khususnya senam. Kenapa? Karena saya paling tidak bisa salto ke belakang. Saya selalu stucked sampai berdiri di atas kepala saja dan sulit untuk menjungkirkan badan ke belakang dalam keadaan seperti itu. Saat ujian akhir, salah satu materi senam yang harus lolos adalah salto ke belakang itu. Semua teman-teman saya berhasil melakukannya, sedangkan saya harus diberi jam tambahan oleh guru olahraga. Jadi ketika teman-teman sudah asyik menikmati jajanan di kantin setelah ujian itu, saya masih jungkir jempalitan di ruang olahraga! Tahu apa hasilnya?
Guru saya bertanya , “Kamu ikut ekskul apa sih?”
“ Musik.”
“Pegang apa di musik?”
“Suling, pak.”
“Oh, pantesan kamu cuma bisa lurus berdiri di atas kepala dan nggak bisa berguling ke belakang.”
“Sialan,” umpat saya.
Oya, di kelas 3 SMP rekor saya pecah. Apa itu? Memotong rambut! Ya, rambut panjang yang sudah dipelihara sejak lahir, TK, SD sampai SMP saya putuskan untuk di-po-tong.
Masa SMA. Ini adalah masa saya paling bandel, bebal dan keras kepala (yang terakhir ini sampai sekarang masih hehe…). Keaktifan saya di organisasi semakin banyak. Selain masih tekun di GEMA -karena GEMA itulah saya jadi sedikit beken karena dikenal teman-teman suka nulis di koran BERNAS- maka saya dipercaya mengelola mading sekolah, saya bergabung dengan OSIS, organisasi keagamaan seperti PSK (Persekutuan Siswa Kristen), menggelar event rohani seperti natal dan paskah di sekolah maupun bersama sekolah lainnya. Saya masih juga tidak punya pacar. Catatan : saya tidak lagi ikut baris berbaris karena di masa SMA, justru saya paling pendek. Hehe…Saya sudah mulai suka melirik cowok. Kriterianya, tinggi, suka main basket, bergaya pemimpin, aktivis di sekolah, bisa musik. Dan itu semua ada di Ketua OSIS!! Haha…tapi ya kami beda prinsip dan itu saya pegang teguh daripada nantinya malah kepentok (sok ke depan banget pikirannya yak..).Anehnya, saya tetap tidak suka cowok (terutama yang nggak saya sukai) naksir saya. Beberapa kali teman cowok bertandang ke rumah, saya cuekin. Bahkan ada yang datang baru parkir motor, saya sudah wanti-wanti ke ibu untuk bilang saya nggak ada. Padahal saya sembunyi di kamar. Ibu selalu berbohong untuk ‘menyelamatkan’ saya. Dia hanya tertawa melihat ini.
Saya juga suka pulang larut malam. Saya kan hobi banget nonton konser musik di mana-mana. Pernah suatu kali, saya nggak pamit nonton konser sama dua teman saya. Lokasi konser lumayan dekat tapi kalau jalan kaki udah telat. Akhirnya kami naik becak. Sialnya kami, becak diserempet motor berkecepatan tinggi dari sebelah kanan dan tuiiing si becak pun bermanuver entah bagaimana bentuknya tahu-tahu saya udah ada di posisi paling bawah tertindih 2 teman saya itu. Becaknya jadi penyok dan saya pun memar-memar. Tapi kami masih juga bersikeras nonton konser hingga larut malam dan saya kena marah ibu ketika sampai rumah.
Saya berjanji pada ibu tidak lagi pulang malam. Tapi janji itu tidak kekal, cuma bertahan 2 minggu. Setelah itu kumat lagi. Kali ini karena keasyikan dengan hobi menulis di GEMA. Biasanya hari Jumat-Sabtu, saya gunakan di markas GEMA kongkow-kongkow dengan teman-teman setelah seharian mengerjakan halaman khusus pelajar itu dan saya suka lupa waktu. Tak jarang saya masih pakai seragam sekolah ketika pulang dari markas sekitar jam 9 malam. Biasanya saya mengendap-endap supaya tidak ketauan ibu. Tapi pernah ketika mengendap-endap eh nggak taunya mereka sedang berkumpul bersama di ruang keluarga, lagi berdoa! (doain saya yang bandel ini). Merasa berdosa sekali saya. Yang bikin berang orang tua ketika satu malam saya pulang sudah hampir jam 12 malam! Saya keasyikan meliput acara bersama artis ibukota kala itu. Berjalan di gang menuju rumah ternyata sudah dijaga oleh para peronda. Aduh… muka saya mau ditaruh dimana? Tatapan mereka sangat sadis seakan menyimpulkan saya yang tidak-tidak. Aduh…maaf bapak dan ibu….
Kebandelan saya yang bertubi-tubi dan tak bisa dikendalikan itu akhirnya terbalas. Masa menjadi mahasiswa. Saya harus memutuskan menerima kenyataan untuk ‘dijauhkan’ dari orang-orang terkasih. Pasalnya saya diterima melalui jalur non-tes di universitas negeri di Solo. Memang kota ini lumayan dekat dengan Yogya tapi rasanya berat meninggalkan keluarga, meskipun akhirnya setiap minggu sekali saya pulang juga. Awal-awal menjadi perantau di kota Solo sangat menggelikan kalau diingat-ingat. Kebiasaan saya waktu itu adalah terserang sindrom jam 5 sore. Apakah itu? Maklum baru sekali ini jadi anak kos dan jauh dari ayah-ibu. Jadi kata orang Jawa “mbok-mboken”. Setiap menjelang jam 5 sore, saya selalu menangis berurai-urai air mata. Saya gelisah dan takut. Untuk menghibur diri, saya pergi ke rumah teman di kos sebelah. Apa yang terjadi? Ternyata teman saya itu (yang juga baru pertama kali ngekos) juga sedang menangis! Haha…jadilah kami bertangis-tangisan di kamarnya. Begitulah setiap sore hampir selama 3 bulan pertama di Solo, saya selalu bertandang ke kos teman saya itu. Akhirnya kami berdua nggak jadi nangis bersama tetapi berbincang-bincang dan ini cukup lumayan membantu kami melupakan sejenak perasaan melo itu.
Di Solo kegiatan organisasi saya mulai terpangkas lambat laun. Saya merasa iklimnya beda jauh dengan Yogya, cenderung bikin malas melakukan apapun. Hanya saya masih aktif di PMK (Persekutuan Mahasiswa Kristen) di tingkat fakultas maupun universitas. Saya punya 3 teman karib yang sama-sama aktif di PMK. Saking akrabnya, kami memberi julukan geng kami Empat Menguak Takdir (plesetan dari julukan bagi Sutan takdir Alisjabana cs “Tiga Menguak Takdir). Di fakultas, saya tidak terlalu menonjol. Tadinya ikutan kegiatan KineKlub bagi penggemar film-film tapi berhenti karena malas ikut kegiatan tambahannya semacam diskusi dan panitia-panitia gitu. Saya cuma senang nontonnya doang. Di masa inilah, pada semester 3, akhirnya saya tunduk pada panah asmara. Saya ketemu cowok dan memutuskan berpacaran. Rupanya cowok itu datang tepat waktunya. Karena selang sebulan saya pacaran, saya harus kehilangan ibunda saya terkasih karena penyakit jantungnya (kalau ingat kebandelan saya di masa lalu, saya sering menyesal mungkinkah saya yang menyebabkan penyakit jantung ibu kambuh lagi?). Saya betul-betul kehilangan motivasi dan pegangan. Dunia rasanya gelap, rasa melo yang sudah terkubur jauh kembali muncul. Sejak kepergiannya, saya suka menyendiri. Kemana pun. Tetapi kekasih saya itu sangat pengertian dan setia. Dia tidak suka menggurui. Dia hanya memberikan sebuah buku tentang bagaimana menyikapi kehilangan seseorang. Rupanya dia juga membacanya ketika harus kehilangan ayah-ibunya dalam waktu berdekatan. Begitulah, Tuhan selalu tepat mendatangkan pertolongan. Tepat maksudnya dan tepat waktu-Nya.
Kuliah saya cenderung mulus sampai akhirnya lulus tahun 2002 sebagai sarjana sosial. Usai kuliah, saya bekerja di sebuah dealer motor di Yogya dan hanya selang 3 bulan setelah bekerja itu saya mendapat pekerjaan yang lebih baik di kota Salatiga. Kini saya masih di Salatiga, bekerja sebagai Asisten Dirlak di sebuah LSM berbasis gereja. Saya masih berpacaran dengan kekasih saya yang dulu. Tujuh tahun sudah kami menjalani masa pacaran dan bila Tuhan mengijinkan, kami akan berjanji sehidup semati di depan altar Tuhan pada bulan Juli 2007 nanti.
Pada waktu dan masa, terima kasih atas kenangan yang kau toreh di memoriku. Buat ayah dan ibu, terima kasih telah menjadi pelakon utama yang mengisi diari hidupku. Sekarang saya harus siap menjalani etape selanjutnya dari episode kehidupan ini. Semoga Tuhan menolong saya. (to be continued).
Thursday, March 22, 2007
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment